Wednesday, July 7, 2010

Satu lagi untuk Jakarta


Dua ratus empat puluh sembilan. Angka apa lagi tuh? Yang jelas bukan daily dollar gw setelah dipotong pajak, apalagi angka akal-akalan buat expense taxi Pondok Bambu - Cengkareng. Ini adalah nilai kolesterol total gw dalam satuan mg/dL. Sebenarnya gak bikin gw terkejut sih, soalnya gw memang udah menyangka dengan menu 'cari gampang' yang hampir setiap hari dikonsumsi ya inilah akibatnya. Penjahat dalam kasus ini pun juga udah diketahui: Makanan berminyak. Kecuali gw hidup di dusun pedalaman Badui yang mengembargo diri dari pengaruh dunia luar serta menganut hidup prihatin, mungkin bisa gw hidup tanpa minyak sayur sedikitpun. Jangan lupakan kuah bersantan, lemak 'gajih' yang sengaja disertakan, dan kaldu over penyedap rasa sebagai gerombolan nikmat pembawa asam urat.


Gw beruntung dapat kesempatan medical check up tiap tahun, karena biasanya we don't care what we don't see. Dari sini gw selalu mengevaluasi apa aja point yang harus diperhatikan. Kalo sebelumnya gw cuek aja, sekarang nggak lagi. Umur udah gak muda (walaupun tampang masih anak semester tiga), udah saatnya berpikir lebih jauh untuk sehat. Tunggu dulu.. Apa selama ini gw kurang hidup sehat? Banyak temen dan sodara gw yang bilang kalo gw ini 'malaikat' banget. Gak ngerokok, gak minum, gak ngedrugs, gak ngopi, bahkan gw gak maen cewek (ada hubungannya kah?). Serius.. Gw peduli banget sama kesehatan. Kekurangan gw mungkin kurang menyempatkan olahraga teratur, dan suka tidur terlalu larut. Setelah konsultasi dengan dr. Budiarto, internis dari RS Harum, gw disarankan untuk lebih bergerak, lebih jelas olahraganya, dan harus rutin. Beliau juga memberi target kasar: 4 km, 30 menit.

"Tuh kan.. Makanya kalo abis subuh jangan tidur lagi. Gak perlu segala macem internis kalo solusi teteh udah dijalanin dari dulu..", seloroh istriku sambil memanfaatkan keadaan. Gak mau 'kuliah' berlangsung terlalu lama, gw yang sekalian diingatkan tentang PRJ yang sering menjual barang-barang dengan harga promo langsung mengiyakan ajakan untuk pergi ke sana.

Jakarta Fair. Terakhir gw ke event ini kalo gak salah waktu smp. Acara tahunan yang digelar sekitar periode Juni-Juli, yang gak pernah sepi menyedot perhatian pengunjung. Bisa dibilang ini 'niat baik' ibukota untuk menghibur warganya. Waktu gw kecil dulu hampir gak pernah absen sekeluarga berkunjung ke sana, padahal yang kita cari lebih ke rame-ramenya daripada belanjanya. Banyak pentas seni, unjuk kebudayaan, makanan tradisional, terapi pengobatan alternatif, seniman-seniman dengan karyanya, di samping tentu saja produk-produk impor maupun lokal ikut promosi di situ. Asik pokoknya. Di saat dulu itu belum ada mall, Timezone, bioskop XXI, atau apapun bentuk entertainment yang dijual para kapitalis seperti sekarang, PRJ menjadi salah satu hiburan rakyat di masa sulit waktu itu (emang sekarang udah makmur?).


Tapi PRJ sekarang beda banget. Banyak kemajuan dari sisi penyelenggaraan. Booth atau stan-stan diorganisasikan per hall untuk produk-produk sejenis. Kemasan terlihat makin menarik dengan mengkaryakan para gadis pilihan pembagi brosur yang sangat terlatih melempar senyum sambil mendekatkan wajah seolah berbisik dalam keramaian seraya meyakinkan sang pengunjung bahwa 'keintiman' ini harus berakhir pada terjualnya unit produk mereka. Tren bisnis juga bisa dilihat di sini. Sempat gak nyangka kalo ternyata banyak 'bundle' (apa istilah kita ya..?) handphone murmer oleh operator GSM/CDMA lokal. Pasar kita memang jelas: paket terjangkau dengan segudang fitur; apalagi kalo kata kunci dagangannya bukan 'bisa fesbukan', 'sms gratis', 'internetan sampe puas', dan istilah yang sedikit tipu-tipu tapi masih laku: talktime.

Kembali ke target awal: Cek-cek alat kesehatan, dan.. Ketemu!! Sebuah treadmill manual dengan diskon 50% lumayan bikin gw tertarik. Gak perlu penjelasan lama karena memang simple banget dan yang paling penting bisa menuntaskan target dokter internis yang 4 km 30 menit itu. Karena harga memang gak bisa ditawar-tawar lagi, sambil mengambil undian merchandise gw gesek buat dp untuk kemudian sisa kontannya saat barang dikirim dua hari kemudian.


Masih ada satu target lagi.. Yang ini butuh jurus khusus untuk menjelaskan ke Indah kenapa gw jadi mendadak butuh barang yang berikutnya, yaitu.. Handphone!! Termasuk gak murah, karena memang yang gw mau adalah hp dengan OS android yang lagi panas-panasnya dikembangkan di atas berbagai platform smartphone. Gw jelasin aja kalo ini jauh banget di bawah iphone kalo dari sisi harga, tapi performance dan fungsionalitas bisa gw bilang sebanding. Apapun alasannya tetap aja doi cemberut. Baru setelah gw janjikan sedikit 'penebus dosa', sebuah Samsung Galaxy Spica bisa dibawa pulang. Itupun dengan EazyPay 0% selama 6 bulan, jadi lumayan gak bikin saldo mendadak nge-drop. Percaya deh, gw ini termasuk orang yang hati-hati dalam hal finansial. Semua harus terprogram. Kalo memang harus ada pengeluaran tidak terduga, barang-barang di atas termasuk di dalamnya..

Sebenarnya masih mau putar-puter lagi hari itu, karena memang arena PRJ lumayan luas dan gak mungkin terjangkau semua cuma dalam satu atau dua jam. Belum lagi katanya ada band performance setiap hari, siapa tau gw beruntung bisa liat Blackout atau J-Rocks. Tapi, apa mau dikata.. Maghrib sudah menjelang dan Nala harus segera pulang. Gak sehat bawa bayi tiga bulan lama-lama di tempat rame seperti itu. Keluar dari gerbang utama, kita langsung naik taksi sambil menyayangkan gak sempat beli kerak telor yang berjualan berderetan sepanjang trotoar karena petugas tramtib sudah mengingatkan kendaraan-kendaraan untuk tidak berhenti lama di situ.


Tiga puluh tahun sudah gw merasakan hidup di Jakarta. Dari lahir, tumbuh besar, sampai sekarang. Bahkan orang tua dan kakek nenek gw sudah mendiami Jakarta dari tahun lima puluhan. Apa yang berubah pada Jakarta dari tahun ke tahun? Selain proyek-proyek pemerintah yang terlalu ambisius, banyak kepentingan para oportunis yang merubah wajah ibukota ini menjadi kota metropolitan dengan pertumbuhan yang tidak terkendali. Kurang adilnya pembangunan di daerah-daerah ditambah potret-potret gaya hidup berkehidupan mewah sebagian kecil masyarakat Jakarta yang sayangnya ter-expose lewat berbagai produk media macam sinetron dan kawan-kawannya makin menambah besar arus urbanisasi yang berakibat makin ruwetnya pemerintah mengatur kota ini. Bosan kita membahas macet, banjir, kriminalitas, jalan berlobang, yang cuma menjadi obyek jualan para calon gubernur setiap masa kampanye.

Selamat ulang tahun Jakarta. Semoga kelak bisa menjadi tempat yang elok untuk warganya, aman, nyaman, cermin ibukota yang bersahaja, hijau, memiliki pemimpin yang amanah, dan dijauhkan dari bala. Amin.

2 comments:

indah said...

Sebenernya kalo PRJ gak rame, mungkin lebih enak, tapi karena waktu itu kita kesana lagi ada liburan sekolah, tetep aja rame, beli alat olahraga berarti gak boleh angin2nan dipakenya, maksudnya kalo kolesterolnya turun harus tetep dipake Pih, terus... urusan yang namanya beli HP berteknologi lebih oke dan canggih emang gak ada abisnya, jangan sampe besok udah ganti HP lagi... mending buat renovasi rumah ;), btw. PRJ, sekarang emang lebih enak, inget Pih aku cuma kasih batas waktu 2 jam aja buat pemandangan disana ;).

Wibi said...

uda prj lagi ya. terakhir ke prj tahun lalu masi mirip dengan prj tahun 2008. ga terasa waktu berjalan cepat. amin. smoga jakarta bisa berubah menjadi kota yang asri, penuh cinta dan damai.