Sunday, January 25, 2009

Impian yang tertunda



Indonesia adalah negeri seribu band. Hampir setiap minggu selalu bermunculan band-band baru mencoba mengadu peruntungan di jagat musik tanah air. Mulai dari yang sudah biasa wira-wiri di roadshow, anak dari musisi kondang, artis sinetron yang tiba-tiba nge-band, anak smp yang keranjingan musik tapi punya modal duit, band-band indie yang nekat modal sendiri, macan festival dengan skill dewa, atau bahkan pemuda-pemuda kagetan yang dihajar angin kesempatan.


Ya. Musik menempati posisi yang strategis di benak khayal anak-anak muda negeri ini. Sajian paket musik di televisi mulai pagi hingga prime time mau gak mau membekas di setiap pikiran mereka. Euforia 'anak band' yang selalu identik dengan kelaki-lakian dan cewek-cewek groupies di sekitar mereka makin meningkahi khayalan mereka. Bumbu-bumbu gosip infotainment yang menunya gak pernah lepas dari gugatan cerai istri sang vokalis yang diisukan dekat dengan wanita lain makin menguatkan image bahwa itulah kehidupan pendekar rock sejati. Penuh petualangan cinta, hujan uang, dan tentu saja.. Popularitas.

Tapi percaya deh.. Nggak ada satupun ihwal di atas yang menjadi alasan gw membentuk band lagi. Gw udah terlalu tua untuk mengejar popularitas. Tampang pas-pasan dan skill musik yang gitu-gitu aja juga yang bikin gw gak sesumbar untuk manggung dan berharap applause atau seikat bunga dari abg yang fanatik. Hingar bingar industri musik yang manis bak madu cuma pernah sekedar lewat aja di depan pintu ego gw. Seperti halnya anak-anak muda penggila musik yang nggak seberuntung Peter Pan atau Ungu, gw membiarkan saja arus trend melewati bendungan idealisme yang gw bangun sejak lama.

Gw suka musik sejak SMP. Waktu itu Seattle sound merajalela. Demam Nirvana mewabah di setiap penjuru sekolah. Nevermind jadi album dengan kategori wajib punya. Anak sekolah meracau dengan Smells Like Teen Spirit sebagai primbonnya. Kematian konyol Kurt Cobain malah seakan-akan menobatkannya menjadi pahlawan dunia anti-kemapanan. Begitu besarnya pengaruh musik dan tokoh-tokohnya terhadap penilaian anak-anak pada masa itu. Bahkan mungkin sampai sekarang.

Tapi gw sendiri nggak gitu suka Nirvana. Cuma satu band yang gw idolain dari dulu sampai sekarang: Pearl Jam. Musik baru datang dan pergi tapi Eddie Vedder tetap jadi kiblat gw membuat lagu dan lirik. Konsistensi dan eksistensi mereka patut mendapat acungan jempol. Belum ada icon suatu generasi musik sekental mereka. Bukan My Chemical Romance, Bush, apalagi The Calling. Rock khas amerika utara yang murni tanpa sentuhan nafsu komersialisasi.

Band gw bernama Paraffin. Dibentuk enam bulan yang lalu setelah tanpa sengaja Inka, sang gitaris, ternyata menunjukkan minat dan passion yang sama: Musik Rock. Jadilah gw berempat nge-band lagi. Materi-materi mulai gw tulis untuk dibawakan bahkan direkam supaya mungkin suatu saat bisa diusung keluar studio latihan ke studio rekaman. Wah.. Tinggi banget mimpi gw. Mimpi yang tertunda.

Video di atas diambil waktu kita iseng mengabadikan moment latihan yang sangat jarang bisa dilakukan karena kesibukan masing-masing. Judulnya 'Kau Menghilang', sedangkan yang berikut berjudul 'Melihatmu Ke Dalam'. Jangan disimak terlalu serius karena suara hasil capture microphone handycam benar-benar tidak representatif!



Oh ya.. Kalo memang jadi album, kita sepakat memberi nama album ini dengan nama: Jalan Keluar.

6 comments:

indah said...

Siapa sih yang gak bangga punya suami bisa main musik dan bisa buat lagu. walaupun bukan dari inspirasi istrinya sendiri :), syukurlah lagu2 yang biasa indah denger setiap tio buat lagu, bisa dikasih tau ke temen2 tio yang lebih ngerti sama musik, paling enggak bukan hanya jadi simpanan pribadi aja. Syukur2 bisa hits :), indah cuma bisa kasih semangat aja supaya tio bisa lebih banyak buat lagu, bener gak cari popularitas nih,dan pesannya jangan lupa sama keluarga yah..

widhi hernanto said...

^_^ .....

terus kejar bro mimpi itu, bukankah manusia tanpa mimpi bagaikan ikan tanpa air??

yah, ane pribadi gak akan heran klo antum bisa seperti ini. karena dari dulu pas ketemu ama eko ya, langsung gejala musiknya muncul...

salut buat antum bro, tetep inget ama keluarga tapinya..

bermusiklah dengan hati karena bila itu yang antum lakukan maka pendengar pun akan bisa mrasakan dengan hati...

keep in rockin' bro...

syukron

dr.Eko said...

kalo dah "rapih"..
kirimin ke gw yaaa..
bener nih gak mau isi roadshow ke sekolah-sekolah??

dr.Eko said...

oiya.. jadi juga di aplod ke youtube.. ntar dibajak lho..

Jalan Keluar said...

Kalo dibajak justru itu jadi pengakuan buat gw:)

Bajak satu, tumbuh seribu.

Unknown said...

biar udah tua, tetep ngerock!!! hehehe..