Sunday, May 17, 2009

Ukuran laki-laki


Namanya Rudy Mofu. Putra asli Papua yang sudah empat tahun lebih bekerja membantu kami di lokasi pengeboran blok kepala burung. Selain piawai dengan kabel, sensor, ayakan cutting, solder-menyolder, dan pekerjaan yang bersifat assistive lainnya, dia juga membuat kami merasa sangat terbantu dengan kesigapannya dalam proses rig up dan rig down secara hampir seluruh rig di Petrochina sudah dihapal luar kepala layout dan posisinya. Bahkan kadang dia turut serta turun tangan membantu 'pengeditan' massal database drilling yang terlanjur melenceng dan kurang sedap dilihat. Kemampuan berkomunikasi yang bagus dan sikap bersahabat yang dimilikinya membuat kita tetap mempekerjakannya.


Sepintas nggak ada yang berbeda dari Rudy. Perawakan orang Papua memang tidak jauh beda dengan saudara ras melayu sebangsa. Tentu saja selain rambut keriting, kulit gelap, daya tahan tinggi terhadap gigitan nyamuk, kecepatan menghindari kejaran babi hutan, suka sekali bercanda, dan logat Indonesia timur yang kental. Tapi ada satu yang membuat gw hampir nggak percaya. Rudy, dan banyak lagi laki-laki Papua lain, memiliki sebuah kebanggaan yang terus dipelihara secara turun temurun. Suatu kepercayaan yang mungkin bisa dianalogikan seperti orang Jawa yang memelihara keris sakti. Kehilangan bisa berarti bencana. Ketidakmampuan memilikinya bagaikan aib yang harus ditanggung seumur hidup.

Gw sempat mengira semua cuma kelakar atau bualan waktu dia membawa masuk lintah rawa dan seikat daun yang katanya dipesan seorang completion engineer untuk dibawa pulang. Dia bilang khasiatnya untuk 'memperbesar'. Oh ya? Well how big can it be? Gw pernah melihat iklan-iklan produk penguat, pembesar, atau para dukun dan spesialis menjanjikan ramuan peningkat kepercayaan diri seperti itu, tapi nggak pernah melihat hasilnya. Tapi kali ini gw sendiri yang menjadi saksi keampuhan reaksi kimia dari laboratorium alam Papua, hasil penelitian nenek moyang berpuluh-puluh atau bahkan beratus-ratus tahun lamanya, yang cukup memberi bukti, bukan cuma janji. Tanpa perlu merapal mantera, tanpa repot menghapal doa, tanpa susah berlapar-lapar puasa, Rudy dengan sukses dalam waktu 3 hari (maksud gw TIGA HARI!!) merubah statusnya dari laki-laki menjadi LAKI-LAKI. Bukan bullshit bukan bualan saudara-saudara, botol Aqua 150 mL adalah posisi perangkat Rudy saat sedang OFF. To be exact, 6 cm diameter dan 20 cm panjang (nggak exact banget kali ya.. Secara gw nggak ngukur pakai penggaris).

Bahkan untuk ukuran bule pun itu masih di luar batas normal. Jadi apa yang ada di pikiran orang Indonesia dengan ukuran alat vital seperti itu? Memuaskan pasangan sepertinya bukan ide utama mereka lagi. Apalagi ternyata pantangan dari pemakai daun bungkus dan minyak lintah adalah tidak boleh mengkonsumsi antibiotik dalam bentuk apapun, berarti jelas bahwa pembentuk jaringan tambahan yang memperbesar alat vital tersebut adalah parasit, bakteri, atau tumor jinak yang bisa hilang dibasmi penisilin atau sejenisnya. Jangan-jangan memperbesar alat vital sudah berubah menjadi kompetisi yang tidak terkontrol di antara mereka.

Big is good, but it's not everything. Besar memang bagus, tapi selain itu juga ada faktor kemampuan penetrasi, endurance (daya tahan), dan komunikasi dengan pasangan. Jangan sampai cuma satu pihak aja yang merasa menang. Ini bukan badminton di mana game harus selesai dua set langsung dengan skor 15-0.

Oh iya, gw lupa ngasih tau gimana gw bisa sampai jauh ke daerah rawa-rawa ini. Namanya pulau Salawati, terletak di bagian barat Papua, dan tempat gw menginap adalah base camp Matoa. Untuk beberapa tahun ke depan mungkin kita nggak akan ke Matoa lagi karena masalah kontrak berkepanjangan dengan si pemilik lahan, atau mungkin juga job di sini sudah siap disabet kompetitor.

Perjalanan jauh dari Jakarta ke Makassar, lanjut ke Sorong, terus ke pulau Salawati dengan boat, memang sangat-sangat melelahkan. Bangun jam dua pagi dari rumah, dan jam sepuluh malam gw masih terombang-ambing di bangku paling belakang dek kapal Sinifagu. Menumpang bersama artis-artis lokal yang tengah mempersiapkan diri untuk tampil merayakan tembusnya proyek baru penyewaan mobil-mobil lokasi dalam partai besar, gw cuma bisa menyaksikan bagaimana mereka bisa sangat terhibur dengan nyanyian mereka sendiri yang timbul tenggelam tersaingi deru mesin boat dan dalam kondisi lampu kapal yang redup, sedangkan air ombak yang terpecah haluan tampias membasahi wajah melalui jendela kapal yang tidak tertutup.

Baru kali itu gw merasakan kombinasi dari sensasi kesederhanaan. Gelap, basah, gerimis, suara nyanyian sayup-sayup gadis biduan Menado, oksigen bebas dari udara malam di atas sungai yang bersih, semua campur menjadi satu. A blend of simplicity. Beruntung gw bisa mendapatkan potongan kegembiraan seperti ini. Tuhan memang selalu memberikan hiburan dengan cara yang tidak disangka-sangka.

Termasuk lucu waktu salah satu penyanyi menghampiri gw yang mendadak kaget menghirup tajam wangi parfum oplosan dengan senyum khas penghibur dan aksen timur: "Apa ukuranmu mas.. 'L' kah?" Gw yang masih terkejut campur bingung harus berpikir keras menjawab pertanyaan tersebut. Hei.. Berani betul perempuan sini bermain-main dengan soal sensitif, apalagi pertanyaan tersebut keluar dari bibir tipis bersuara serak-serak bagaikan Krisdayanti baru menghabisi belasan set list di panggung hotel malam tahun baru di mana seharusnya dia bersama suami dan anak-anaknya karena belum mendapat job sepanjang tahun!

Ah.. Untungnya rasa geer ini belum sempat memuncak menjadi tukar-menukar nomer telepon ketika dia mengeluarkan kaos bertuliskan Salawati Motor yang harus dibagikannya ke semua kru panggung untuk dipakai saat pentas nanti. "Maaf, mbak.. Saya nggak ikut rombongan. Saya mau ke Matoa."

Tapi betul. Banyak laki-laki merasa kadar kejantanannya ditakar dengan jumlah inchi pada alat vitalnya. Ini bukan dogma baru, melainkan sudah dari jaman Ken Arok dulu. Bahkan sekarang standarnya ditambah. Mengaburkan konsep kelaki-lakian sehingga para wanita tanggung dengan tegas mendefinisikan kriteria pangeran idamannya yang suatu saat akan menyelamatkannya dari kedurjanaan sang penyihir, dengan ciuman gentle pembangkit tidur di kening, and live happily ever after.. Mereka bahkan berani bilang: "Pria itu selalu memikirkan masa depan, sedangkan cowok cuma mikir hari ini aja.." Gw pengen tau apa mereka masih bilang begitu ketika tau sang pria ternyata adalah petualang cinta yang sudah meniduri puluhan wanita, yang melakukan french kiss dengan mata tetap terbuka, atau lebih parah lagi, seorang mafia yang dengan dingin membabat hutan Indonesia cuma untuk dijadikan tisu dan tusuk gigi. Makan tuh 'pria'..!

Padahal buat gw simple. Laki-laki harus punya mimpi, tau keinginannya, mengejar mimpinya itu dengan wajar, berusaha tanpa henti, dan menyerahkan semuanya ke Tuhan sehingga ikhlas ketika mimpinya tidak terkejar. Bertanggung jawab terhadap pilihan hidupnya. Mau mencintai wanita pilihannya sampai akhir hayat tanpa perlu berteriak-teriak 'cinta itu suci' atau 'wanita adalah makhluk yang harus dicintai'. Karena biasanya kata-kata pujangga tidak lain hanyalah topeng dari kebusukan seorang playboy.

That, my friend, is the measure of a man..

1 comment:

indah said...

kayanya apihku pernah berkomentar ttg salah satu iklan rokok ,dimana seorang cewe bilang, perbedaan antara laki2 dan pria, dan dia lebih tertarik sama yg namanya pria, dibanding laki2, emang betul sih, hari gini ngapain berlama2 melalang buana dengan banyak laki2, yg akhirnya, cuma yg namanya pria aja yg bisa diandalkan, itu yg terjadi sama indah contohnya.. :). Buat yg namanya 'ukuran',itu gak jadi begitu prioritas indah, yg penting kita bisa saling menghargai dan mensyukuri sama apa yg udah kita punya, pastinya kalo udah bisa keduanya, kita jadi menikmatinya. :)